Ayo Disetel Woles Kalau Mendampingi BDR, Bune/ Pakne



Menyikapi kekerasan orang tua kepada anak hingga menghilangkan nyawanya, menjadi peringatan bagi kita semua para guru dan orang tua.

Kepada teman guru, marilah mengajar murid kita  dengan target yang manusiawi. Tugas kita hanya mentransfer ilmu pengetahuan dan memberi teladan yang baik. Kita jauhkan gaya kerja seperti debt collector. Anak tidak mengerjakan tugas, dikejar-kejar agar segera setor tugas. Kalau si anak tidak ada perubahan, orang tuanya dihubungi : ditelp, dijapri,  dan mungkin dipanggil ke sekolah.

Suasana hati dan batin orang tua itu juga dipengaruhi gaya komunikasi guru di sekolah. 

Kesampingkan pikiran bahwa anak yang tidak aktif di google classroom, tidak setor tugas itu anak lemot, gagal belajar, tidak taat aturan sekolah, dan lainnya.

Leganya orang tua jika guru melihat dengan mata hati  kondisi anak, orang tua dan keluarga.

 Idealis dalam mengajar di masa pandemi seperti  ini tidak menyebabkan guru nampak istimewa. Dalam pembelajaran seperti pada umumnya di sekolah juga demikian. Guru yang sibuk mengejar target ketuntas kurikulum lupa menanyakan kendala belajar murid, saya kira bukan guru yang bijak. Positif thinking , husnuzon kalau murid pasti bisa memang harus. Tapi bukan berarti tidak mau tahu kendala dalam diri murid dan lingkungannya bukan?

 Apalagi memberi materi pelajaran secara daring jika melibatkan orang tua . Keluhan orang tua di media sosial dan pemberitaan di media online dan media lainnya bisa menjadi referensi para guru agar menjadi  bijaksana. Jangankan belajar di media daring, dalam tatap muka langsung saja, guru seyogyanya bersikap fleksibel. Guru itu manusia biasa. Bukan Gusti Allah. Guru hanya bertugas mentransfer ilmu pengetahuan dan menampilkan pribadi yang layak diteladani murid dan lingkungannya. Sementara yang memintarkan murid adalah takdirnya Gusti Allah. Saya jadi ingat nasehat almarhum Mbah Kyai Maimoen Zubair

"Jadi guru tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak  itu serahkan  Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah"

Saya salut dan ta'dzim kepada guru yang sibuk mendapingi muridnya bukan fokus pada ketuntas belajar tapi mendampingi dalam wujud apresiasi jika muridnya berprestasi. Juga punya banyak waktu untuk sekedar menjawab pertanyaan murid yang HPnya sulit mengakses google classroom dan aplikasi lainnya. Bersabar ketika tahu murid dan orang tuanya gaptek sehingga banyak materi pelajaran terlewatkan.

Saya juga salut dan hormat kepada guru di sekolah yang bisa mengkomunikasikan hasil belajar murid kepada orang tua dengan ungkapan yang baik. Menjauhkan dari gaya komunikasi seperti menakuti orang tua, membuat orang tua jadi malu, dan merasa  bersalah. Orang tua bagi guru adalah mitra yang menyenangkan. Guru tidak memandang orang tua sebagai anggota masyarakat yang minim pengetahuan sehingga dengan mudahnya menghitung point kesalahan anaknya dan nol mengapresiasi capaian anaknya. 

Kita pasti sepakat pesan Mbah Kyai Maimoen ini juga berlaku kepada para orang tua. Jadi orang tua woles saja jika guru di sekolah mengejar tugas anak-anak di aplikasi daringnya. Jika orang tua telah memberi yang terbaik kepada anaknya dalam mendampingi BDR, namun masih kurang tepat dalam penilaian gurunya di sekolah, ya jangan ambil pusing. Doakan saja anak kita ini. Gurunya juga didoakan agar sabar mendidik anak kita.

Mari menjadi orang tua yang bahagia agar tidak suntuk membaca tagihan tugas dari sekolah. 


Ayo disetel woles mnawi dampingi putra/putrine  BDR  ,Bune/ Pakne.

_____

Selain orang tua, saya juga guru. Ini menjadi nasehat bagi saya juga

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer