Di Balik Kelucuan Film Kartun
Sebagaimana
kita ketahui bahwa saat ini anak-anak
kita sudah menonton banyak tayangan TV
dari banyak stasiun TV pula. Sebuah sumber bacaan menyebutkan rata-rata anak
melihat TV kira-kira 3 jam. Kenyataan ini tentunya membuat kita sebagai orang
tua merasa khawatir akan adanya pengaruh buruk yang ditimbulkan dari berbagai
tayangan TV tersebut. Pantaslah kiranya ada himbauan untuk mendampingi anak-anak saat mereka melihat TV. Terdapat pula isyarat
yang ditunjukkan di layar TV seperti kode BO (Bimbingan Orangtua) pada
tayangan TV acara tertentu
Memang
kita akui bahwa banyak hal positif dan bermanfaat yang dapat kita ambil
dari berbagai tayangan TV yang
stasiunnya banyak itu.Namun, tidak sedikit juga tayangan yang membuat kita
tidak begitu saja membiarkan anak-anak menonton TV tanpa pendampingan.
Salah
satu tayangan yang patut kita waspadai adalah tayangan yang mengandung unsur
kekerasan, baik action maupun dialog
yang ditampilkan di TV. Dari sebuah sumber bacaan yang sama menyebutkan bahwa
action kekerasan terjadi 10 kali setiap satu jam di TV, dan tayangan terbanyak action
kekerasan ada pada film kartun, yang nota bene dikemas untuk dikonsumsi anak.
Film kartun mengandung rata-rata 18 action kekerasan setiap jam.
Film
kartun yang disajikan untuk anak memang terkesan lucu.Bagaimana tidak lucu jika
tokoh-tokohnya ada yang tangannnya memanjang agar bisa memukul lawannya, terus
lawannya terpukul hingga kepalanya bisa berputar 180 derajat.Belum lagi bila
salah satu tokohnya memukul lawan mainnya hingga kepala dan badannya persisi
sebuah kumparan. Lucu memang, tapi apa hanya
unsur lucu yang diserap anak-anak?
Kita
sudah memahami betul bahwa anak suka meniru sesuatu yang dilakukan atau
diucapkan orang lain. Anak belajar dari meniru prilaku dan ucapan orang dewasa,
baik ia sukai atau tidak. Anak usia 2 tahun sampai 5 tahun banyak yang tidak
tahu perbedaan antara prilaku yang ditayangkan di TV dengan prilaku pada
kehidupan nyata. Akibatnya, prilaku kekerasan pada anak tidak dapat dihindari.
Selain
berupa prilaku kekerasan, film kartun juga memuat dialog-dialog yang merupakan
unsur dari instrument kekerasan. Misalnya, ‘kupukul kau’, ‘mampus kau’,
‘terimalah balasanku!’ bahkan yang sangat mengerikan seperti ‘kubunuh kau’.
Menjadi
pekerjaan rumah bagi kita para orang tua dan guru agar sedini mungkin agar
menanamkan tata karma, pendidikan moral atau ahlaq mulia kepada anak-anak kita,
di samping adanya pendampingan saat mereka menonton tayangan TV.
Saat
ini pula, anak-anak kita selain menonton TV juga bisa melihat film kartun
kesukaannya melalui media lain, seperti kepingan CD dan media on line (internet). Pastilah, kita
mengharapkan anak-anak kita dapat mengikuti perkembangan teknologi, mengurung
mereka dengan menghalanginya untuk mengakses kebutuhannya melalui kemajuan
teknologi bukanlah penyelesaian yang arif, sosialisasi yang gencar kepada orang
tua dan guru tentang pengaruh positif dan negativenya selayaknya menjadi salah
satu cara mengatasi produk media-media hiburan dan informasi tersebut. Lebih
penting lagi, sentiasa memohon kepada Allah SWT agar kita dan anak-anak kita
dapat menyikapi bentuk-bentuk tayangan dan informasi dari media TV, internet
dan lainnya yang kemasannya funny dan halus pada kenyataannya menimbulkan
masalah pada gaya bertindak dan berpikir bagi kita dan anak-anak kita.
Komentar
Posting Komentar