Merancang Pembelajaran di Rumah Seperti Berada di Lingkungan Pesantren



Karakteristik pendidikan pesantren adalah adanya kajian kitab salaf, pembentukan karakter anak menjadi pribadi mandiri, santun, dan segudang akhlak mulia yang langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan hanya pesantrelah yang sampai hari ini bisa melakukannya.

Di pesantren, anak dididik untuk menjaga salat jamaah. Anak harus bangun lebih pagi karena program salat tahajud dan kondisi yang memaksa anak agar bisa menata waktu disebabkan semua aktivitas hampir dipastikan selalu antri. Bayangkan, kalau anak bermalas-malasan, ia mungkin saja telat mandi pagi, sarapan dan kena takzir (hukuman) untuk suatu kegiatan yang butuh kepatuhan.

Di pesantren, anak terdidik mewujudkan pola pikir berkebinekaan global. Mereka berasal dari berbagai daerah bahkan negara lain. Mereka akan berinteraksi satu sama lain untuk saling memahami dan menghargai tipe kepribadian, pola pikir, budaya daerah dan cara pandang terhadap suatu kegiatan sesuai budayanya.

Apakah mungkin pendidikan pesantren ini dikelola sendiri oleh orang tua, sehingga pendidikan anak di rumah tak jauh beda dengan di pesantren? Jawabannya, sangat mungkin. 

Bagaimana dengan kompetensi orang tua dalam menciptakan pendidikan keluarga ala pesantren? Tidak semua orang tua memiliki waktu yang cukup sebagai pendidik di dalam keluarga, karena mungkin memiliki tugas di ruang publik.

Peletak dasar utama pendidikan keluarga adalah orang tua sendiri. Visi, misi, dan tujuan pendidikan di keluarga juga didesain orang tua. Baik itu pendidikan bercorak pesantren atau tidak, orang tua pasti memiliki prinsip-prinsip dalam mengembangkan pendidikan untuk anak-anaknya. Dari sinilah pendidikan bercorak atau bertipe pendidikan pesantren di keluarga bisa diwujudkan.

Jika di dalam keluarga orang tua tidak memiliki banyak waktu untuk mengajarkan ilmu agama, orang tua bisa mengirimkan anaknya di madrasah diniyah. Sementara itu ilmu pengetahuan umum bisa tetap belajar di sekolah melalui jalur pendidikan formal, nonformal, atau informal.

Nah, untuk karakteristik pesantrennya, orang tualah penanggung jawab utamanya. Pada prinsipnya pendidikan pesantren terwujud karena spirit menerapkan ilmu pengetahuan agama secara langsung. Maka tepat jika hanya orang tua yang bisa menciptakan pendidikan ala pesantren. Berikut ini tips-tips yang bisa dicoba.

Jika orang tua ingin anaknya mampu melaksanakan salat tahajud tidak hanya menerima teorinya di sekolah, orang tua sepatutnya mengajak anaknya ikut salat tahajud ketika orang tua salat tahajud. Sebagaimana ada tahapan anak hanya minum ASI saja, lalu makanan pendamping ASI, berikutnya makan nasi, maka begitulah mengajak anak salat tahajud. Harus dilakukan bertahap, misalnya seminggu sekali, kemudian seminggu dua kali dan seterusnya hingga tiap hari bisa salat tahajud. Teknik ini juga berlaku saat orang tua menginginkan anaknya bisa melaksanakan salat duha, dan salat sunah nawafil maupun salat sunah rawatib (salat sunah yang mengiringi salat 5 waktu (salat fardu).

Begitu juga jika anak diharapkan bisa melaksanakan puasa wajib dan puasa sunah, orang tualah yang menciptakan pembiasaannya.

Pembentukan akhlak mulia pasti lebih cocok kalau dimulai dari rumah. Semua diperkenalkan dan dikerjakan anak dan orang tua, tidak hanya teori yang diberikan oleh sekolah. Semua pendidikan akhlak diajarkan dan dibiasakan. Misalnya kemandirian memenuhi kebutuhan makan ( memasak sendiri, atau mencuci alat makannya sendiri). Akhlak berbagi, sedekah, mengisi kotak amal di masjid semua dibiasakan dan diajarkan. 

Semua pembiasaan ibadah antara lain salat (wajib dan sunah), puasa (wajib dan sunah), akhlak mulia dibimbing dan dilakukan pengukuran tingkat keberhasilannya. Bisa dibuat seperti buku KMS posyandu. Apakah bisa anak melakukan secara ajek. Jika bisa, maka orang tua bersiap dengan pembiasaan lainnya. Jika belum ajek dalam kurun waktu tertentu, orang tua perlu mencermati apa penyebabnya.

Orang tua memang tidak bisa melaksanakan sendiri untuk mewujudkan pendidikan ala pesantren di dalam rumah. Kolaborasi adalah solusinya. Anak belajar pengetahuan umum di sekolah, sedangkan pengetahuan agama di madrasah diniyah terdekat. Orang tua bertugas sebagai pembina dalam melaksanakan teori dari sekolah dan madrasah diniyah diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini contoh-contoh peran orang tua agar ekosistem keluarga seperti di pesantren. https://www.facebook.com/100002919121927/posts/pfbid022gvoxKzuUbBXqNkst27nu1Bj4iZmLF37KsvZs4uj5LqsnFw7yZgvH8GfsMcu7x9Zl/?sfnsn=wiwspmo 

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1683403575100264&set=a.694087984031833&type=3

Tidak ada yang tidak mungkin dalam melaksanakan itikad baik untuk pendidikan anak-anak. Silakan kontak kami untuk berdiskusi menentukan pola, atau corak pendidikan ala pesantren di Astatik.zedandje.com


Komentar

  1. Setuju bu Astatik orang tua yg menjadi uswatun hasanah. Tdk sekedar menyuruh.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer