Pelajaran dari Ibu untuk Anak Laki-Laki ketika Ayah Mereka Meninggal Dunia

 (Inspirasi Mendidik Anak selama Ramadan bagian 8)

Meskipun ibu sebagai istri dari ayah anak-anak kehilangan separuh nyawanya, ibu semestinya tetap ingat bahwa ada generasi yang harus dididik. Ya, generasi tersebut adalah anak-anak mereka. Sedih itu pasti, kehilangan "garwa" bukanlah peristiwa biasa saja. Bumi seolah tak berputar lagi, kehidupan seolah terhenti bersamaan dengan meninggalnya suami. Mengingat bahwa ada tanggung jawab yang lebih besar karena tugas mendidik sudah tidak lagi bersama suaminya, bisa memulihkan pikiran dan perasaan tidak larut dalam suasana kehilangan yang tak wajar. Mendidik anak-anak adalah agenda hidup yang harus diteruskan meskipun mitra mendidik telah tiada.

Ada beberapa hal yang segera diketahui dan patut dilakukan anak-anak ketika ayah mereka meninggal dunia atas arahan ibunya dan mungkin juga sanak saudara terdekat mereka. Berikut ini yang hal-hal yang dikerjakan atau dilanjutkan anak-anak ketika ayahnya telah tiada.


1. Merawat jenazahnya 

Merawat jenazah ayah dilakukan oleh putra-putranya (anak laki-lakinya). Tidak semua anak diberikan kekuatan mental merawat jenazah ayahnya. Beruntunglah almarhum ayahnya yang jenazahnya dirawat oleh putra-putra mereka. Untuk merawat jenazah ini, tentu saja ada ketentuan yang diatur agama. Jika anak ayah mungkin saja masih belum saatnya menerima pelajaran merawat jenazah, tapi karena keadaan di mana mereka ditinggal ayahnya di usia yang belum dewasa, maka kesiapan anak merawat jenazah ayahnya tetap didampingi orang-orang yang tahu dan paham cara merawat jenazah.  

Gen Z sulung bersama Paklik dan saudara-saudara sepupunya merawat jenazah abinya.

Dalam kondisi apapun ibu dan kerabat tetap tidak bisa memaksakan kesiapan anak. Anak memiliki kesiapan merawat jenazah ayahnya adalah karunia Allah SWT yang terbangun sejak awal mendidik mereka. Pola asuh yang memandang orang tua adalah manusia yang wajib disayangi dalam wujud kepatuhan, penghormatan, pengabdian dan perhatian yang tak pernah putus dari dunia hingga alam setelah dunia.

Gen Z bungsu mengiringi keberangkatan abinya ke pemakaman setelah ikut menyucikan jasad abinya.


2. Mendoakan dan ziarah kuburnya

Ibu tidak menyuruh anak-anak mendoakan dan berziarah kubur ayah mereka, ibu mencontohkan dalam perilaku sehari-hari mendoakan ayah mereka usai salat fardu. Kepada anaknya yang masih remaja bahkan usia anak-anak, ibu menyiapkan buku/ sumber bacaan tahlil untuk dibaca di makam ayahnya. Minimal anak tahu apa yang seharusnya dibaca saat ziarah kubur. Jadi, anak tidak sekadar disuruh, tapi diajarkan dan disiapkan pula apa saja yang dilakukan saat ziarah kubur ayah mereka. Diajarkan pula agar anak-anak melaksanakannya secara istikamah.

Gen Z sulung bungsu didampingi saudara sepupu dan sabahat almarhum abinya mendoakan Abi mereka.


3. Mengenalkan dan memberitahu masa berkabung ibu (atau masa idah)

Masa idah dalam tulisan ini hanya membahas masa berkabung bagi istri. Adapun ketentuan masa idah diatur dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 234). Firman Allah Swt.:

{فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ}

Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagi kalian (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kalian perbuat. (Al-Baqarah: 234)

Dari makna ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa wajib hukumnya ihdad (berbelasungkawa) bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya selama ia menjalani masa idahnya, karena ada sebuah hadis di dalam kitab Sahihain yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ummu Habibah dan Zainab binti Jahsy Ummul Muminin, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِالْلَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ، إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا»

Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari kemudian melakukan ihdad (belasungkawa)nya atas mayat lebih dari tiga hari; kecuali bila yang meninggal adalah suaminya, maka selama empat bulan sepuluh hari.

(Penjelasan idah ini dicuplik dari http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-234.html?m=1 )

Lalu bagaimana cara ibu menjelaskan kepada anak-anaknya? Ibu bisa menjadikan masa berkabung tersebut adalah model pembelajaran kontekstual. Anak dimintai tolong untuk melaksanakan kegiatan ibu jika kegiatan itu di luar rumah. 

"Adik, umi dibantu membuang sampah ke luar ya. Umi masih berkabung tidak keluar rumah dulu." Atau si kakak laki-laki diberikan tugas tanggung jawab seperti ini

"Kakak, tamu laki-laki yang takziyah (berkunjung ikut berbelasungkawa bertujuan menghibur keluarga yang sedang berdukacita karena kematian salah satu anggota keluarga), kakak yang menemani ya."

Tentu saja anak-anak diberikan dasar hukumnya atau ilmunya mengapa ibunya melakukan atau tidak melakukan suatu hal karena menjalani masa berkabung.


4. Menjadi imam salat jamaah

Jika biasanya ayahnya yang mengimami salat jamaah, maka ketika ayahnya meninggal dunia, tugas tersebut patut dilanjutkan oleh anak laki-lakinya. Tugas mengimami salat jamaah ini sebenarnya juga sudah bisa dimulai sejak ayahnya bersama mereka. 


5. Menjaga kehormatan ibunya

"Kakak, tamu laki-laki yang takziyah kakak yang menemani ya." Dalam kegiatan lain pun anak laki-laki diminta menemani bepergian, tidak membiarkan ibunya bepergian sendiri. Dalam tugas kedinasan, anak laki-laki bisa mengantarkan dan menjemput ibunya sampai di stasiun, terminal, atau bandara pemberangkatan ketika tugas dinas bekerja.

Lima hal ini diajarkan kepada anak tidak menunggu beberapa hari setelah ayahnya meninggal dunia. Kebutuhan dan manfaat dari 5 hal tersebut sudah dimulai sejak ayahnya meninggal dunia.

Yang tak kalah penting dari 5 hal di atas, anak-anak juga perlu diajarkan hal-hal sebagaimana dalam hadits nabi berikut ini.

Abu Usaid pernah menceritakan sebuah hadits berikut: بَيْنَمَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا أَبَرُّهُمَا بِهِ؟ قَالَ: " نَعَمْ خِصَالٌ أَرْبَعَةٌ: الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلَّا مِنْ قِبَلِهِمَا، فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا Artinya: “Suatu ketika saya sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar sowan. Ia bertanya kepada Rasul, ‘Ya Rasul, apakah saya bisa berbaik budi kepada kedua orang tua saya yang sudah meninggal?’ Rasul lalu menjawab, ‘Iya, ada empat hal, yaitu (1) mendoakan mereka, (2) memohonkan ampunan untuk keduanya, (3) menunaikan janji mereka dan memuliakan teman mereka, dan (4) menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara ayah-ibumu. Itulah budi baik yang harus kamu lakukan setelah mereka meninggal’.” (Musnad Ahmad: 16059)  

Sumber: https://jabar.nu.or.id/ubudiyah/cara-untuk-tetap-berbakti-pada-orang-tua-yang-sudah-meninggal-s2zHX 


Silakan ditambahkan catatan inspirasi ini jika ada yang kurang dalam komentar Anda.

:::

Menulis adalah cara saya berproses mewujudkan ikhlas suami diambil Sang khalik.


Komentar

  1. Semoga Abhi tercinta diterima semua amal ibadahnya dan diampuni segala dosanya. Amiin yra 🤲

    BalasHapus
  2. Semoga almarhum amal ibadahnya di terima Alloh SWT,keluarga yg ditinggal kan,di berikan keihlasan keridhoan,kekuatan dhohir batin..Amiin...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer