Anak Belum Baligh Menjadi Imam Salat Tarawih

(Inspirasi Mendidik Anak selama Ramadan bagian 3)



Dalil yang menunjukkan salat jamaah boleh diimami anak belum baligh sebagai berikut.

Di masa Rasulullah ﷺ sebenarnya pernah terjadi peristiwa demikian, salah satu sahabat yang masih berusia sekitar enam tahun yaitu ‘Amr bin Salamah mengimami para pengikutnya, seperti dalam hadis sahabat: كان عمرو بن سلمة يؤم قومه على عهد رسول الله ﷺ وهو ابن ست أو سبع سنين. “Amr bin Salamah mengimami kaumnya di masa Rasulullah ﷺ, sedangkan dia masih berumur sekitar enam atau tujuh tahun.” (HR. Bukhari)

Sumber: https://islam.nu.or.id/shalat/hukum-shalat-berjamaah-dengan-anak-kecil-yang-belum-baligh-p15uv 

Bagaimana kemudian pelaksanaannya, berikut ini sekilas cerita cara saya mendidik anak sehingga mereka percaya diri menjadi imam salat Tarawih

Lima Ramadan telah kami lalui berjamaah salat Tarawih tanpa abinya anak-anak. Ramadan pertama mungkin Ramadan paling berat saya lalui bersama kedua anak saya. Selain sibuk merawat abinya yang memerlukan pengawasan ektra, kami juga harus beradaptasi mengisi bulan Ramadan yang pasti berbeda dengan sebelumnya. Si sulung mulai memikirkan bagaimana salat Tarawihnya. Kebiasaan sebelumnya, saya dan abinya salat Tarawih di rumah, anak-anak salat Tarawih di masjid atau musala.

"Umi, nanti Tarawihnya di rumah ?" Ini pengingat si sulung agar kami mengatur ulang agenda tahunan yang tak tertulis. Seolah ia ingin memastikan apakah ia akan salat di rumah atau di luar rumah. Saya suka cara dia memperlakukan saya. Seperti sedang menawari saya, apa yang hendak ia lakukan perlu menunggu persetujuan saya. Inilah salah satu hal yang membuat saya tegar, optimis dalam menjalani hari yang terasa hambar karena abinya sakit. Kegiatan apa saja di dalam rumah, selalu disetujui kedua anak saya. Mereka mendukung dengan kesediaannya memenuhi harapan saya.

 Tak mungkin saya gabung salat Tarawih di musala terdekat. Saya tidak bisa meninggalkan abinya anak-anak sendirian di rumah.

"Kak, umi tetap ingin salat Tarawih berjamaah. Kita salat di rumah ya?" Saya minta persetujuan dan kesediaannya. Ini artinya dialah yang menjadi imam salat Tarawih. Dia ragu, namun menyanggupi. Saya tahu apa yang ada di benaknya. Pasti dia masih canggung mengimami salat sebanyak 20 rakat ditambah 3 rakat salat Witir.

Saya memberi solusi agar bacaan surat setelah bacaan surat Fatihah boleh surat dalam Al-Qur'an yang ia sukai dan ia telah hafal. Tidak harus sebagaimana lazimnya yang dibaca para imam salat Tarawih. Mereka istikamah membaca 10 surat pendek yang ada pada bagian akhir Al-Quran juz 30. Dimulai dari surat At-Takasur (102) sampai Al-Lahab (111). Adapun sisanya, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas, dibaca pada saat salat witir. Tentu saja urutannya adalah At-Takasur, Al-‘Asr, Al-Humazah, Al-Fil, Quraisy, Al-Ma’un, Al-Kausar, Al-Kafirun, An-Nasr, dan Al-Lahab. Iapun sepakat dengan gagasan saya mengesampingkan urutan bacaan surat dalam lazimnya salat tarawih itu.

Berikutnya ia masih ragu untuk mengingat jumlah rakaatnya. Sulung saya ini disleksia. Salah satu ciri penyandang disleksia adalah sering lupa. Saya mendapat informasi seperti itu ketika diskusi dengan teman saya. Seorang konsultan pendidikan yang kebetulan memiliki saudara disleksia. Meskipun disleksia, bacaan ayat Al Qur'an yang dilantunkan saat salat bukan lagi surat - surat pendek yang ada di juz 30 . Ia sering membaca sebagian dari surat Al Baqarah, Al-Mulk, Al Waqiah, Arrahman dan ayat -ayat Al Qur'an yang ada dalam juz 1 sampai juz 5 dalam salatnya.

Keraguannya segera saya tepis dengan gagasan saya berikutnya. 

"Tulis saja jumlah salamnya, Kak. Nanti membawa kertas dan bolpen. Tiap salam Kakak nulis sudah dapat berapa salam". Iapun terdiam. Sayalah yang menyiapkan kertas dan bolpoin. Pasti dia menata hatinya menjadi imam salat tarawih perdana sepanjang hidupnya. Dia kelas 9 waktu itu. Sekolah di lembaga yang saya kelola sendiri dan menekuni hafalan Al-Qur'an di pesantren Tahfidzul Qur'an di kecamatan lain tak jauh dari rumah kami.

Catatan si sulung menghitung jumlah rakat salat Tarawih yang dihitung berdasarkan jumlah salam.

Salat Tarawih pertamapun dimulai, tepat di malam 1 Ramadan. Adiknya mengambil bagian sebagai bilal. Tiap sebelum takbiratul ihram, ia membaca salawat kepada Nabi Muhammad. Saya dan kakaknya menjawab salawat nabi dengan ucapan " allahumma sholli 'alaih". Sengaja saya tidak menuntun membaca bacaan bilal di antara pergantian rakaat salat tarawih seperti "Alkholifatul ula Sayidina Abu Bakr As-Shidiq Rodiyallahu Anhu" dan bacaan -bacaan berikutnya yang menyebutkan nama-nama Khulafaur Rasyidin. Saya ingin menyederhanakan bacaan agar mereka fokus dulu dengan rukun salat tarawih dan rukun salat witir.

Ketika salat witir akan didirikan si bungsu saya tuntun membaca."Shallu sunnatal witri rokataini jamiatan rahimakumullah" . Saya tuntun juga mereka berdua menjawab bacaan bilal yang notabene menjadi tugas si bungsu. Ini awal Ramadan, mungkin mereka lupa.

Salat Tarawih tak terasa berjalan dua pekan. Suatu petang, si bungsu mengabari saya bahwa kakaknya sakit perut. 

"Kata kakak nanti sholat tarawihnya libur, Mi". Saya sejenak berpikir. Seumur dia sibuk membantu saya merawat abinya dan menyelesaikan tugas rumah tangga lainnya bisa jadi ada rasa lelah mengingat sebelumnya ia belum melaksanakan tugas- tugas tersebut . Sayapun mengiyakan ajakan libur salat Tarawih.

Saya berpikir berarti saya dan si bungsu usai jamaah salat Isya akan berangkat ke musala terdekat untuk tarawih berjamaah. Abinya bisa ditemani kakaknya sambil beristirahat memulihkan kesehatannya. Namun, di luar dugaan saya, si bungsu mengutarakan inisiatifnya. Setelah kami selesai sholat jamaah yang tetap diimami si sulung, si bungsu berkata kepada saya

"Umi, kita tetap salat tarawih. Adik yang ngimami". Tenggorokan saya tercekat sesaat, speechless. Subhanallah, hati saya bersorak lega. Saya tanggapi kesiapannya dengan suka cita. Saya diberi tugas sebagai bilalnya. Segera setelah salat Isya, sayapun bertindak sebagai bilal salat Tarawih. Setelah sebelumnya saya meminta kakak tetap sholat ba'diyah Isya dan sholat Witir 3 rakaat. Saya masih ingat saat ngaji di pesantren dulu juga pelajaran yang diberikan ibu saya, bahwa sholat Witir ba'da sholat ba'diyah Isya itu pengganti salat Tahajud . Jaga- jaga kalau kebablasan tidak sempat salat Tahajud. (Mohon koreksi bila ada yang tak tepat, Sahabat)

Sementara si sulung tidur di kamarnya, kami mulai sholat Tarawih dan bungsu saya memulai bacaan rukun sholat. Pada rakaat pertama, tak terasa berlinang air mata saya. Tak menyangka dia cukup nyali untuk menjadi imam salat tarawih dan witir . Padahal ia sendiri kadang-kadang menuntaskan sampai 23 rakaat ada saja alasannya. Ia beralasan lazimnya anak - anak seusianya. Ya capek , ya gerah karena hawa panas. Waktu itu usianya 11 tahun. 

Rupanya ini jadi kesempatan baginya untuk memenuhi hasratnya membaca ayat pertama surat Arrahman yang tak pernah dikabulkan kakaknya saat si kakak jadi imamnya. Maka, ketika ia berkesempatan jadi imam salat tarawih, bacaan ayat pertama inilah yang dominan ia baca.

Sama dengan salat lima waktu yang diimami oleh kedua anak saya bergantian, saya tetap mendapat bagian mempimpin doa ba'da salat jamaah maupun salat Tarawih dan salat Witir.

Komentar

Postingan Populer