Mengukir Masa Depan Pekerjaan Anak Sejak di Bangku Sekolah


  Apakah cita-citamu jika sudah besar? Pertanyaan ini kerap tersampaikan begitu saja ketika kita ingin memantik semangat beraktivitas para belia. Tentu saja semangat beraktivitas positif dalam tiap tahap perkembangannya. Dan kita sering alpa setelah menanyakan cita-cita mereka. Apa yang perlu kita lakukan agar cita-cita itu tercapai? Orang tua dan guru masih saja fokus dengan aktivitas kognitif, sementara ketrampilan menuju ketercapaian cita-cita seolah menunggu takdir Allah. Masa anak- anak seolah hanya untuk menimbun ilmu pengetahuan. Masa anak-anak hanya untuk mengukir prestasi akademik ditandai dengan nilai rapor yang memuaskan dan rangking kelas. Juara perlombaan yang ternyata bukan bidang yang mereka sukai kadang juga diterima, demi nama baik sekolah dan kebanggaan orang tua saja. Anak dikirim ke lembaga bimbingan belajar agar tidak ketinggalan dalam menjalani belajar ilmu pengetahuan di ruang kelas sekolahnya. Cita-cita, minat, passionnya hampir terpinggirkan, karena hal itu adalah ranah masa depan. Masih banyak di sekitar kita beranggapan, anak hebat adalah mereka yang baik nilai akademiknya, sebagai bintang di sekolah. Sementara potensi baik lainnya, orang tua dan guru tidak menyadari bahwa potensi itu bisa dikembangkan menjadi jalan lebar menuju cita-citanya yang bisa saja dicapai di usia mudanya tanpa menunggu kalau sudah besar. 


Akeyla Nafaya desainer cilik yang karyanya mendunia salah satu contoh. Saya mengetahui anak ini dari tayangan TV talk show Hitam Putih yang dipandu Deddy Corbuzier. Lahir di Bekasi 4 Pebruari 2010, Akeyla sejak usia 2 tahun sudah memiliki potensi sebagai desainer. Ide ide menggambar yang dituangkan di tembok, dialihkan ibunya ke media kanvas. Ibunya seorang desainer rupanya menginspirasi dan menurunkan bakat ke Akeyla. Sejak usia lima tahun, ia suka mendesain busana di media gambarnya. Gambar desain busananya ditaruh di album. Saya meyakini merawat karyanya ini atas bimbingan baik orang tuanya. Pada usia 7 tahun ia sudah menggelar pameran busana di Moskow Rusia.


 Selain Akeyla saya yakin banyak anak-anak yang bisa melejit di usia belianya tidak hanya pada capaian belajar di ranah akademik saja. Bukankah nantinya tidak semua anak akan menjadi akademisi di dunia pendidikan atau menjadi pegawai dan pejabat berbekal ijazah saja? Saat ini banyak bidang kegiatan yang membuat anak percaya diri dengan pengembangan minat dan passionnya. Seharusnya orang tua dan guru mengubah pola pengajarannya.Perubahan berupa memotivasi belajar agar menguasai mata pelajaran menjadi mengungkit semangat menemukan minat dan passionnya kemudian membina minat dan passion itu agar ditekuni dan dikembangkan dengan serius, tidak coba-coba.




Saya sendiri dengan keterbatasan kemampuan saya, sejak awal mengajar, saya sering memberi kesempatan murid saya untuk mengajar teman sekelasnya. Baru-baru ini dalam pringatan hari guru 25 Nopember 2019 saya menyelenggarakan lomba Menjadi Guru Seperti Bu Tatik . saya berikan hadiah bagi peringkat pertama, kedua, dan ketiga. Karena lomba ini sifatnya menemukan minat dan passion murid, jadi saya kelola tanpa memandang kelas. Pesertanya 2 kelas yaitu kelas 7 dan kelas 8. Masing-masing kelas ada dua rombongan belajar. Dari lomba ini saya melihat tidak mesti kelas lebih tinggi lebih bisa memaparkan pelajaran dari kelas di bawahnya. Saya menemukan murid saya kelas 7 yang enak menjelaskan pelajaran ketimbang kakak kelasnya. Murid ini menyabet juara 2 dari lomba yang saya selenggarakan. Untuk menemukan passion lain, misalnya bakat kepemimpinan, bakat suka bekerja dalam tim, saya membuat tugas belajar dalam bentuk game. Bukan lagi kelompok mengerjakan tugas semata, tapi untuk menemukan bakat yang nantinya menjadi passion murid saya. Menemukan minat di bidang seni, saya biasanya menugasi murid membuat kartu ucapan selamat, membuat pamflet dan lain-lain pada materi sesuai mata pelajaran yang saya ajarkan. Biasanya saya berikan pada materi Short functional text. Mereka yang punya minat di seni rupa karyanya nampak pada wujud pamflet atau kartu ucapan yang unik. Mereka yang punya minat di karya sastra, pasti isi kartu ucapannya dimodifikasi dengan kata-kata indah. Saya yakin usaha saya ini akan mendukung program sekolah menemukan minat dan passion murid di samping usaha memastikan penguasaan akademik murid-murid.

Metode yang saya terapkan kepada murid saya di tempat tugas mengajar saya, pastilah saya terapkan kepada anak saya sendiri di rumah. Program Belajar Dari Rumah ( BDR) di masa pandemi covid-19 ini menjadi momen berharga untuk menerapkannya. Dari segi perencanaan, proses , dan evalusinya. Mohon izin berbagi pengalaman.

Bungsu saya sejak usia sekitaran dua tahun, suka nimbrung saat saya berada di depan monitor komputer. Saya mengira itu hanyalah wujud pemenuhan rasa ingin tahunya saja. Dari waktu ke waktu, saya perhatikan dia menyukai aktivitas di bidang teknologi selain teknologi informatika. Usia TK sudah pernah pratikum dengan menggunakan tenaga aki (accu) untuk membuat mainannya. Ia sering merangkai kabel, saklar, lampu kecil-kecil dalam kebanyakan aktivitas bermainnya lalu dililitkan ke sepedanya. Pada saat kelas 3 ia pernah membuat power bank dari bekas baterei laptop yang tidak terpakai karena beberapa rangkaiannya sudah rusak. Di saat ada peringatan dari kalangan pemerhati anak, agar anak dibatasi bahkan tidak boleh menggunakan gawai (handphone), si bungsu tetap saya beri kesempatan memanfaatkannya. Awalnya, meminjam gawai saya. Kelas 4 sudah tidak lagi meminjam. Saya beli lagi, yang lama saya berikan si bungsu untuk dipakai bersama kakaknya yang waktu itu kelas 9. Sedangkan laptop, keduanya bebas menggunkan.Saya percaya, mereka akan memanfaatkan gawai tersebut dengan baik. Si bungsu terbiasa bantu temannya jika aplikasi yang dipasang tidak mampu bekerja dengan baik. Kakaknya tidak banyak memakai karena ia bermukim dan belajar di pesantren.

Di tengah kesibukannya otak- atik perangkat digital dan elektronik, kami juga membiasakan untuk taat menjalankan ibadah dan melaksanakan kegiatan lainnya dengan baik. Usia TK ia sudah mandi sendiri dan memasak makanan kesukaannya dengan resep sederhana. Sejak abinya sakit, kelas 5 ia sudah berani ngimami sholat jamaah di rumah sampai sekarang, jika kakaknya tidak sedang di rumah. Di masa BDR ini ia semakin intens membantu saya merawat abinya.

Memperhatikan aktivitas bermainnya yang tak jauh dari dunia teknologi digital, saya kirim dia mengikuti pelatihan guru cyberschool di Malang. 

Gambar 1: si bungsu pelatihan guru cyberschool

Ia kelas 5 saat itu. Peserta paling muda. Menurut informasi mentornya, si bungsu paling cepat dalam menyelesaikan tugas. Beberapa berpendapat, bahwa pemanfaatan teknologi digital memang lebih mudah dicerna para gen- Z seperti bungsu saya ini. Kelas 6, pandemi COVID-19 mewabah, semua kegiatan belajar di sekolah beralih ke pemanfaatan teknologi digital. Pengalaman pertama bagi si bungsu melaksanakan ujian sekolah secara daring (dalam jaringan, online). Suatu kali ia sempat dimarahi kepala sekolahnya karena ia mengotak-atik link soal ujian yang selesai ia kerjakan untuk menemukan link soal ujian berikutnya. Ia berhasil menemukan link ujian mata pelajaran berikutnya sebelum pihak sekolah membagikan secara resmi ke peserta ujian sesuai waktu yang dijadwalkan. 


Saya semakin yakin anak saya akan lebih berdaya di aktivitas digitalnya pada bidang pendidikan. saya ajak dia bekerjasama menyelesaikan tugas sekolah non formal dan informal yang saya kelola. Pandemi COVID-19 yang mengejutkan tentunya banyak pihak yang belum terbiasa bekerja secara daring. Tutor kami masih sibuk mencari bentuk pembelajaran. Karena framenya bekerjasama, saya memperlakukan anak saya sebagai tim kerja di lembaga yang saya kelola. Ia mendapat honor. Saya maknai pemberian honor ini untuk membangkitkan rasa percaya diri menekuni minat dan passionnya. Bahwa yang ia lakukan memiliki manfaat secara financial. Ketika ia mendapatkan honor, tanpa saya ingatkan, ia tidak lagi minta uang saku, bahkan ia membelikan makanan atau minuman yang saya sukai dari honor tersebut. Saya lega, ini artinya ia sudah merasa mandiri secara financial, dan ia mau berbagi dari jerih payah yang ia perolah kepada orang tuanya.

Yang telah dikerjakan untuk menyelesaikan tugas lembaga PKBM ( Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Bestari yang saya kelola antara lain misalnya memasukkan data soal dan kunci jawaban ujian modul PKBM Bestari dalam aplikasi google form . Dasar ilmunya dari pelatihan guru cyberschool setahun sebelumnya. Mengatur website PKBM Bestari dengan domain tertentu. Dari pengalamannya mengatur website ini, 8 Agustus 2020 ia mendapat kesempatan mempresentasikan pengetahuannya seputar website di depan 100-an peserta yang hadir dalam google meet. Ya, ia salah satu narasumber dari 3 narasumber yang hadir dalam Google Meet tersebut. Ia juga yang menjadi teknisi saat saya mengikuti webinar pada awal-awal pandemi COVID-19 mewabah. Mengatur video, mengatur pencahayaan, mengatur suara, dan saat mempresentasikan materi. Tak jarang, ia mengajari saya mengedit video melalui aplikasi kinemaster. Sesekali mengenalkan aplikasi edit video lainnya. Atau aplikasi penunjang aktivitas mengajar saya di masa pandemi COVID-19. Ia juga yang review karya digital saya seperti video dan blog pribadi saya. Selain itu, ia memberi masukan konten pelajaran yang saya berikan kepada murid saya di MTs selama BDR. Saya sendiri juga belum bisa mandiri untuk mengoperasikan perangkat digital karena dinamika pemanfaatannya yang beragam dengan kegiatan saya yang tidak hanya satu bidang sebagai guru, tapi juga pegiat pendidikan non formal dan informal. Ada livestreaming YouTube, ada livestreaming facebook yang saya harus mampu lakukan dengan hasil gambar dan rekaman yang bisa diterima dengan baik oleh warganet di masa pandemi COVID-19 sebagai informasi. 

Gambar 2: Si bungsu mengikuti seminar binis ekspor impor

Rasanya saya tak pernah keberatan jika BDR ini ditetapkan terus berlangsung melihat capaian si bungsu saya ini. Saya berkesempatan menjadi guru yang membuat rencana belajarnya, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajarnya secara langsung. Saya juga berkesempatan di posisi sebagai muridnya dan mitra kerjanya. Jika rumah saya ini sebagai ruang belajarnya maka dari apa yang saya paparkan di atas saya sudah menemukan penilaian dalam kurikulum 2013 . Untuk kompetensi inti 1 tentang nilai spiritualnya berupa kesiapan dan konsistennya menjadi imam sholat saya. Untuk kompetensi 2 nilai sosial kegiatannya membantu saya merawat abinya dan rutinitas lainnya. Pada kompetensi 3 bidang pengetahuan nampak pada penguasaannya dalam menyerap informasi yang menunjang belajarnya maupun passion dan minatnya di tekonlogi digital. Sedangkan bidang ketrampilan yang menjadi ranah kompetensi inti 4 nampak pada pengamalan ilmunya menjadi mitra kerja saya di PKBM Bestari.

Untuk menunjang minat dan passionnya berkembang baik, saya lengkapi kebutuhannya mulai dari mengganti gawai lebih baik lagi kualitas spesifikasinya. Usia pelatihan guru cyberschool saya lengkapi kebutuhannya dengan laptop lebih canggih lagi dari yang saya punya. Saya hadiahi monitor baru ketika ia selesai presentasi di Google meet, karena adakalanya ia menggunakan CPU kantor dengan monitor yang mulai terganggu tampilan layaranya di samping memakai 

Gambar 3 : si bungsu mengikuti pelatihan bedah web for digital literacy

laptopnya sendiri. Ia juga saya ajak mengikuti pertemuan ilmiah sekiranya tidak mengganggu rutinitas sekolahnya. Misalnya ada kegiatan gempa literasi di perpustakaan daerah, konvensi pendidikan dengan para praktisi pendidikan se-Indonesia di Pusat Layanan Autis Blitar dan Bedah web for digital literacy . Bersama kakaknya saya ajak mengikuti seminar bisnis ekspor impor di hotel Ibis Surabaya saat kelas 4. Ia yang menjadi operator ketika saya gaptek melakukan transaksi antar negara melalui marketplace Alibaba. Masih banyak yang harus saya lakukan untuk anak saya dan murid saya dalam mengukir masa depan pekerjaannya. Dengan prasangka baik atas takdir Allah SWT, saya yakin apa yang saya lakukan akan ditakdirkan berhasil olehNya.






Komentar

Postingan Populer