Poligami, Siapa yang Dibahagiakan?



Oleh Astatik Bestari

 Hampir semua berita tentang kematian tak wajar yang dialami sesama saya, saya selalu mengabaikan. Bukan berarti saya tak bersimpatik, tapi deskripsi kejadian itu membuat hati dan pikiran saya tidak nyaman. Namun, berita  yang baru-baru ini menggemparkan warganet tentang Evy Suliastin Agustin (26) yang membunuh tiga anaknya -Sayid Mohammad Syaiful Alfaqih (6), Bara Viadinanda Umi Ayu Qurani (4) dan Umi Fauziah (4 bulan)-dalam upaya bunuh diri yang tak berhasil. Istri ke dua Fakihudin yang masih dalam peratawan RSUD Jombang itu kini tersangka itu, membuat saya membaca berulang-ulang beritanya. Hal ini karena ada dorongan ingin tahu saya apa penyebab persitiwa memilukan pada  15 Januari 2018 jam 21.00 yang lalu. Mana ada ibu yang tega berlaku demikian kepada buah hatinya yang semasa bayinya digendong, disusui, dirawat dengan kasih sayang dan belaian lembut agar merasakan kenyamanan tiba-tiba mengajak mereka minum baygon? Dan ketiganya akhirnya mati. Rasanya sedih membaca kematian tragis yang menimpa anak seusia murid-murid PAUD ini, mereka tak membuat kesalahan tapi mengalami perlakukan begitu. andaipun salah,  tak ada hukuman yang akan memberatkan sanksinya karena ia anak-anak, tapi sekali lagi mereka tak bersalah. Ibunya?  Ia sudah dinyatakan sebagai tersangka. Sedih,  rentetan penyebab pembunuhan ini akhirnya berujung jeruji besi nantinya,  duka nestapa berkepanjangan karena kehilangan anak-anak yang juga akan memenjarakan batinnya karena rasa bersalah. 

Berkali- kali saya membaca berbagai  sumber berita penyebab kejadian tragis ini. Sayapun membaca chat- chat sosial media seperti WAG maupun komentar postingan berita di sosial media antara lain karena pernikahan dini berdampak pada kurang matangnya si ibu dalam menyikapi persoalan hidup ( bisa dihitung usia ibu 26 tahun memiliki anak pertama usia 6 tahun). Riwayat hidup si ibu yang hidup di panti asuhan setelah ditinggal mati bapaknya sementara ibunya menjadi TKW di luar negeri kemudian mondok dan dinikahi sirri oleh seorang yang dipanggil Gus Din menjadi alasan berikutnya. Ia bukanlah satu- satunya istri Gus Din alias ia dimadu dengan perempuan lainnya .Dalam chat-chat membahas berita pembunuhan ini, tidak sedikit yang menyinggung masalah pernikahan lebih dari satu istri (poligami) yang dikaitkan dengan penyebab pembunuhan tersebut. 

Selama ini, saya menanggapi ringan tiap diskusi di sosial media yang membahas poligami ini.Ya, karena saya takut  salah memahami tiap pendapat tentang poligami, hal yang dibolehkan oleh Allah SWT namun sulit diterima oleh perempuan dan mungkin anak-anaknya. Bagi perempuan yang dimadu bukanlah hal mudah melepaskan hatinya untuk berbagi kasih sayang dan apa saja yang menjadi haknya dari suaminya akan dibagi kepada perempuan lain dengan status istri suaminya. Bukanlah hal mudah ketika istri yang satu membutuhkan kehadiran sang suami tiba-tiba tak dapat dipenuhi karena suami sedang memenuhi hak madunya. Tidak mudah pula, istri yang juga ibu dari anak-anaknya memahamkan kepada mereka mengapa ayahnya tidak bisa sepenuhnya memperhatikan mereka sepanjang waktu kehadiran dan mendampingi aktivitas anak-anak sebagaimana anak-anak yang ayahnya mampu mencurahkan perhatiannya penuh karena tak ada tanggungjawab untuk membahagiakan anak-anak dari ibu yang lain. Apakah tugas untuk berpikir bijak menyikapi poligami ini hanya milik sang istri dan istri pula yang harus kuat menahan sakitnya luka dihadapan anak-anaknya atas keputusan berpoligami ayahnya?  Apakah ini masih dianggap perempuan egois tidak memikirkan kebaikan sang suami yang menolong perempuan lain agar terangkat status sosialnya dengan menjadikan ia madunya? Tidak bisakah suami bersama istri menolong perempuan itu dengan mencarikan pria single? Para suami yang melakukan poligami tidak hanya Gus Din saja. Dari sekian yang menjalani pernikahan poligami, baik dari kalangan tokoh masyarakat, tokoh agama dan selebritas, cerita bahagia yang bagaimana yang bisa dijadikan syiar bahwa pernikahan poligami ini menyelesaikan masalah dari sudut pandang istri kesatu, istri kedua,  suami,  masing-masing anak-anak mereka dan aspek kehidupan yang lainnya? Jika niatan berpoligami adalah niat ibadah kepada Allah, apakah ulama-ulama yang baik pemahamannya kepada agama dan mengamalkan ajaran agama sehingga menjadi panutan ummat, rujukan dalam berpendapat,  memiliki santri -santri yang taat semuanya menjalani pernikahan poligami? 

Siapakah yang dibahagiakan oleh pernikahan poligami jika ada dampak yang memilukan hingga ada anak-anak tak pernah tahu urusan orang tuanya terbunuh di tangan ibunya sendiri?  
Siapakah yang dibahagiakan oleh pernikahan poligami ketika seorang ibu yang menahan cemburu misalnya ditanyai anaknya "ayah dimana? "  cukupkah sang ibu menjawab 
"Sedang berada  di rumah ibu Fulan " ( misalnya) .Pernikahan yang sejatinya dijalani seumur hidup bisakah anak dan istri yang berada dalam kehidupan pernikahan poligami ini memiliki suasan batin yang stabil selalu ihlas, istri yang bersikap dan berpikir bijak dengan dinamika perjalanan poligami suaminya?

Berhati- hati saya tuangkan pikiran saya dalam tulisan ini untuk menghindari salah persepsi tentang pandangan saya terhadap pernikahan poligami. Apa - apa yang sudah diatur Allah dalam alQuran adalah ajaran yang kebenaran bagi saya dan seluruh umat manusia. Allah Maha Bijak, Allah Maha Tahu , apakah hambaNya mampu atau tidak menjalankan perintahNya yang termaktub dalam AlQuran, terbukti ada tahapan -tahapan dalam beribadah kepadaNya. Mungkin manusia saja yang kurang paham bagaimana merapkan ajaran agama yang dikehendakiNya. Manusia lupa bahwa mengambil dalil AlQuran secara parsial akan berakibat tidak baik bagi dirinya di kemudian hari.

Komentar

Postingan Populer