Materi sosialisasi


Tragedi Nol Buku

30-04-2017 10:15 amLiterasi
Mepnews.id – Menarik apa yang disampaikan Direktur Pembinaan PAUD Kementerian Pendidikan dan kebudayaan RI R. Ella Yulaelawati R., M., Ph.D dalam sambutannya di Gerakan Indonesia Membaca 26 April 2017 di Menturo Sumobito yang lalu. Sambutan beliau cukup informatif bagi saya, karena banyak hal yang baru saya ketahui saat saya menyimak sambutan beliau ini.

Salah satu topik yang menarik walaupun cukup memprihatinkan adalah sambutan beliau atas fenomena yang terjadi pada bangsa Indonesia ini dalam hal minat membaca buku.

Dalam sambutannya tersebut saya menangkap informasi bahwa berdasarkan survei  literasi yang dilakukan salah satu perguruan tinggi dari Amerika Serikat menempatkan Finlandia, Norwegia. Islandia, Denmark dan Swiss sebagai lima negar tingkat melek literasi terbaik. Sementara itu berdasarkan survei tersebut, Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Indonesia hanya  setingkat lebih baik dari Bostwana, sebuah negara miskin di Afrika.

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil sensus Badan Pusat Statistik menunjukkan sebesar 85,9 persen masyarakat memilih menonton televisi daripada mendengarkan radio ( 40,3 persen) dan membaca koran ( 23,5 persen).

Diperkuat pula oleh data statistik UNESCO yang dilansir pada tahun 2012 menyatakan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Ini artinya tiap 1.000 penduduk, satu orang saja yang memiliki minat baca.

Fenomena inilah yang  yang disebut Taufiq Ismail sebagai “tragedi nol buku” di mana generasi tidak membaca satu pun buku dalam satu tahun, generasi rabun membaca dan lumpuh menulis.

Disebut “Tragedi nol buku” ini  beliau melihat pada perbandingan fenomena budaya baca di kalangan pelajar saat ini rata-rata lulusan SMA di Jerman membaca 32 judul buku, di Belanda 30 buku, Brunei 7 buku, sedangkan Indoenesia nol buku.

Kenyataan seperti ini tentu tidak boleh berlangsung terus. Kemdikbud sudah memulai melalui Permndikbud No 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang di dalamnya memuat kewajiban seluruh warga sekolah meluangkan 15menit membaca buku non-teks pelajaran sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.Tujuannya adalah menggiatkan budaya membaca dan menghapus generasi nol buku. Kebijakan ini adalah suatu upaya membiasakan membaca. Kata lain dari budaya itu adalah kebiasaan. Jadi, budaya membaca itu kebiasaan membaca sehingga yang harus dilakukan adalah melakukan proses pembiasaan.

Mari menciptakan pembiasaan gemar membaca karena penyebutan “tragedi nol buku” ini bukanlah predikat membanggakan tapi sebaiknya sangat memprihatinkan

( Astatik, Ketua PKBM BESTARI Jombang)











Selamat, Jombang Sebagai Kabupaten Literasi


MEPnews.id – Pilihan hari pencanangan rangkaian kegiatan literasi di Kabupaten Jombang merepresentasikan keilmuan team panitia dalam kegiatan ini, yaitu hari Rabu tanggal 26 April 2017. Hari Rabu dalam kajian etika mencari ilmu adalah hari yang paling baik untuk mengawali mencari ilmu selain hari Ahad ( Minggu). Cukup merepresentasikan makna kegiatan yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi.

Kegiatan literasi ini berpusat di Menturo Desa Sumobito Kabupaten Jombang, dengan rangkaian kegiatan-kegiatan menulis 100 surat untuk Pak Presiden , lomba mewarnai 1000 peserta didik PAUD Sekabupaten Jombang, launching 200 pojok literasi PAUD oleh wakil bupati Jombang, penandatangan program ikut PAUD 1 tahun pra sekolah dasar yang melibatkan 21 camat sekabupaten Jombang dan pencangan kampung literasi di Menturo Desa Sumobito ini.

Patut kalau Direktur Pembinaan PAUD kementerian Pendidikan dan kebudayaan RI R . Ella Yulaelawati, R., M., Ph.D mengapresiasi kegiatan ini dengan menobatkan Jombang sebagai kabupaten literasi setelah sebelumnya ada kabupaten Tregalek dan Kabupaten Banyuwangi. Dalam sambutannya pada kegiatan literasi yang dikemas dalam program kegiatan Gerakan Indonesia Membaca bertempat di halaman SMK GLOBAL ini beliau juga memaparkan banyak hal terkait layanan PAUD, kesejahteraan para pendidik PAUD yang diharapkan masuk dalam politik anggaran, tenaga pendidik yang seharusnya responsif gender,di mana guru PAUD sampai SMP seyogianya melibatkan pula dari kaum pria agar pola pendidik tidak bias gender. Beliau juga menjelaskan kepada para hadirin dalam kegiatan ini bahwa tidak dibenarkan adanya kursus membaca untuk usia PAUD, sehingga tidak ada kursus membaca untuk anak PAUD yang ada izinnya. Beliau juga menjelaskan terkait bahaya radikalisme yang dimasukan dalam buku pelajaran seperti penggunaan kosakata jihat, DOM ( daerah operasi militer), mengajarkan kebencian dan lain sebagainya yang semuanya itu tidak boleh beredar.

IMG-20170426-WA0196
Kegiatan ini semakin berarti karena dihadiri pula oleh Direktur Pembinaan Pendidikan Kesetaraan dan Keaksaraan kementerian pendidikan dan kebudayaan RI, wakil bupati Jombang, Bunda PAUD kabupaten Jombang, ketua FORSID ( Forum Silaturahmi Isteri Dewan), kepala dinas pendidikan kabupaten Jombang, dari unsur pejabat di lingkungan dinas pendidikan bidang PNFI kabupaten Jombang, para camat sekabupaten Jombang, guru PAUD sekabupaten Jombang para pegiat literasi, pegiat PNFI dari unsur PKBM dan LKP di Kabupaten Jombang. Diramaikan pula dengan pameran aneka produk dari pegiat PNFI dan aktivitas literasi mendongeng oleh komunitas MUMBA ( Minggu Membaca) Jombang dan aktivitas baca siswa siswa SD yang difasilitasi SKB Mojoagung di sepanjang jalan menuju lokasi utama kegiatan Gerakan Indonesia Membaca ini.

Perlu pembaca ketahui bahwa tempat kegiatan Gerakan Indonesia Membaca ini adalah lokasi dimana Pengajian Padang Mbulan Cak Nun ( Emha Ainun Nadjib) rutin dilaksanakan.

Astatik, S.Ag ( Ketua PKBM BESTARI Jombang)
Oleh: Astatik
Mepnews.id – Pagi tadi, saya membaca postingan sahabat saya ketua PKBM Yalatif Jombang terkait bom yang meledak di Kampung Melayu tadi malam. Postingan tersebut begini isinya:
“PARA PENYULUT BOM
Bom Kampung Melayu hanya ujung yang meledak. Serpihannya terpental sampai jauh. Tapi, tahukah kamu, sesungguhnya sumbu bom itu sudah disulut cukup lama.
Ketika laskar-laskar organisasi keagamaan dengan beringas mensweeping apa saja yang dianggapnya berbeda. Sesunguhnya mereka sedang menyulut bom.
Ketika anak-anak di sekolah diajarkan kebencian kepada orang yang beragama lain, sesungguhnya guru-guru mereka telah ikut menyulut bom.
Ketika para mahasiswa yang centil beragama mengobar-ngobarkan semangat jihad. Lalu berbaris rapi meneriakkan pembentukan pemerintahan khalifah di Indonesia. Mereka sedang menyulut bom.
Ketika seorang yang memakai sorban berkata di sebuah acara televisi swasta, Ahok harus dipotong tangan dan kakinya, sesunguhnya dia telah ikut menyulut bom.
Ketika orang yang mengaku ulama lebih sibuk menjadi korlap demonstrasi ketimbang mengajarkan kebaikan akhlak. Para lelaki berjubah itu sedang menyulut bom.
Ketika barisan demonstran dengan garang memaki warga Tionghoa dengan kata ganyang. Mereka telah ikut menyulut bom.
Ketika kata-kata kafir dilontarkan dengan nada penuh kebencian, mereka semua sedang menyulut bom.
Ketika spanduk-spanduk di mesjid menyuarakan menolak mensholatkan jenazah orang yang berbeda pilihan politik. Mereka sedang menyulut bom.
Ketika status di media sosial mengobarkan kebencian rasial dan agama, sesungguhnya pembuat status itu sedang menyulut bom.
Ketika demonstrasi berjilid-jilid tak berkesudahan yang dihiasi kata-kata kasar dan caci-maki para oratornya, sesungguhnya mereka semua sedang menyulut bom.
Ketika mimbar-mimbar masjid dijadikan ajang kampanye politik yang mengutuk-ngutuk penuh kedengkian. Yang menyebarkan bara permusuhan pada pemeluk agama berbeda. Para khotib itu sesungguhnya sedang menyulut bom.
Ketika baiat para jawara untuk memenangkan pasangan Gubernur tertentu, dengan tangan mengacungkan golok. Mereka sedang menyulut bom.
Ketika ajang kampanye dihiasi dengan intimidasi, mereka sedang menyulut bom.
Ketika mulut politisi tua bangka terus menerus mencerocos menebarkan permusuhan dan kecurigaan tanpa bukti, sesungguhnya dia juga sedang menyulut bom.
Ketika kita diam saja dengan semua kedegilan itu. Kita memilih menghindar padahal di depan mata sedang terjadi kegiatan merobek-robek bangsa ini dalam jurang kebencian. Kita juga ikut menyulut bom.
Lantas ketika bom-bom itu benar-benar meledak di Kampung Melayu, kita semua kaget. Atau pura-pura kaget. Kita semua miris melihat serpihan tubuh yang tanggal dan sempal dari badan. Kita semua ngeri.
Padahal, jangan-jangan, kitalah yang selama ini aktif menyulut dentuman bom itu di masyarakat. Sebagian kita, mungkin saja sudah layak menyandang gelar teroris, dengan berbagai perannya…
www.ekokuntadhi.com ”
Saya baca sekali lagi postingan tersebut dengan seksama. Postingan yang memuat respon terkini dari tragedi kemanusiaan di Jakarta ledakan bom di Kampung Melayu saat ada kegiatan pawai obor ( 24 Mei 2017).
Saya pahami, bahwa postingan tersebut menyoal kurangnya individu yang disebut di dalamnya dalam menghargai keberagaman, tidak peduli dengan persoalan kemanusiaan, lebih mengedepankan kepentingan individu atau kelompok, dan merasa benar sendiri.
Prilaku-prilaku negatif ini muncul kemungkinan karena sedikitnya ilmu pengetahuan individu yang bersangkutan, sehingga mudah tersulut emosi, karena tidak memiliki bahan pengetahuan untuk mempertimbangkan segala informasi yang ia terima.
Program kemdikbud RI dua tahun terakhir ini GLN (Gerakan Literasi Nasional) rupanya cukup penting untuk dilestarikan dalam rangka meminimalisir perilaku dan pola pikir yang mudah tersulut apalagi menjadi penyulut api kebencian juga lemahnya kepekaan sosial.
Education Development Center ( EDC) menyatakan kemampuan literasi tidak hanya pada ketrampilan membaca dan menulis. Literasi juga merupakan kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya. Literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.
UNESCO menjelaskan bahwa kemampuan literasi salah satunya adalah mewujudkan perdamaian.
Dalam wikipedia pendidikan makna literasi mencakup melek visual yang artinya *kemampuan untuk mengenali dan memahami ide ide yang disampaikan secara visual* ( adegan ,video, gambar)
Banyak membaca tulisan dan ide ide visual membantu invidu untuk meluaskan cara pandang agar tidak didikte oleh kebenaran subyektif dalam alam pikirannya dan _dituntuntun_ oleh kacamata minus individu yang bersangkutan untuk memahami segala keberagaman.
Salam literasi


Tujuan Gemar membaca
Seseorang yang senang membaca akan membaca dengan baik, sebagian besar waktunya akan digunakan untuk emmbaca.
Seseorang  yang gemar membaca akan mempunyai rasa kebahasaan yang lebih tinggi. Mereka akan berbicara, menulis, dan memahami gagasan-gagasan rumit secara lebih baik.
Membaca akan memberikan wawasan yang lebih luas dalam segala hal dn membuat belajar lebih mudah.
Kegemaran membaca akan memberikan beragam perspektif pola pikir dan cara pandang
Membaca akan mmembantu seseorang  memiliki rasa kasih sayang.
Seseorang  yang gemar membaca dihadapkan pada suatu dunia yang penuh dengan kenungkinan dan kesempatan.
Seseorang   yang gemar membaca akan mampu mengembangkan pola berfikir kreatif dalam diri mereka.

Komentar

Postingan Populer