Selamat Berpuasa, Anakku

Selamat Berpuasa, Anakku.

Oleh : Astatik

Mepnews.id - Besok kita umat Islam Indonesia melaksanakan puasa Ramadhan. 1438H. Baru saja saya dapat pengingat di WAG untuk segara berniat puasa untuk hari esok, dan juga niat berpuasa sebulan penuh , untuk niat yang kedua ini faedahnya jika ada hari-hari berikutnya lupa berniat puasa.

Tentang niat puasa ini, saya ingat masa kecil saya, abah selalu _menuntun_ niat puasa yang dinyatakan dalam hati ini. "Jangan lupa, niat itu tempatnya dalam hati, ketika diucapkan hati juga ikut niat". Ini cara ibu saya mengajari saya niat, baik berniat puasa atau berniat ibadah ritual lainnya.

Kini, ketika saya sudah menjadi orang tua, apa yang diajarkan orang tua saya kepada saya, saya berikan pula kepada anak-anak saya. Baru saja, saya mendikte bungsu saya untuk niat puasa yang dinyatakan dalam hati dengan bahasa Indonesia. " Ayo, hatinya Adik bicara begini: Aku berniat puasa Ramadhan untuk hari esok fardlu karena Allah".  Itu cara saya mengajari dia beniat puasa. Sama halnya kepada si sulung, ia juga saya dikte atau terkadang didikte abi untuk berniat puasa Ramadhan . Kemudian kami bersiap sholat jamaah isya dan sholat tarawih di rumah.

Si Kakak usul agar sholat witirnya langsung digabung 3 rakaat. Saya mengenyeritkan kening.
"Iya, dulu Cak Brahim juga tiga raakat langsung" suami saya menjelaskan.

Usai tarawih, si kakak menghidupkan suara mengaji Al-Quran  dengan sound yang terdengar serumah.

"Kakak tadarusan,Bi". Ia memberi tahu abinya. Kami memaklumi cara dia mengaji, karena ia lebih mudah menyimak alQuran secara audio daripada langsung membaca tulisan. Begitu pula ketika ia menambah hapalan AlQurannya. Ia sedang berproses mengahafalkan AlQuran saat ini.
Saya kira memang penting mengajari anak -anak berpuasa dan amalan-amalan ibadah bulan puasa dengan benar dan tepat.Pada pembelajaran mereka kita tidak elok jika coba-coba, wajib kira seriusi. Ini artinya, anak diajari puasa, tidak hanya ia motivasi untuk kuat menahan lapar, haus dan menahan amarah, namun juga perlu diberikan pengetahuan hal-hal terkait puasa ini. Tentu saja dengan cara yang mudah dipahami; orang tua pasti bisa mengolah kata-kata sederhana untuk memberi pengetahuan baru dan tidak perlu menunggu diajarkan di sekolah bukan?

Di rumah selama puasa nanti pasti ada saja kendala bagi si kecil untuk berpuasa, salah satunya memberi pemahaman yang tepat ketika ibu tidak sedang berpuasa karena berhalangan secara syara'i yaitu datangnya masa haidl/ menstruasi.

Saya punya pengalaman tentang hal ini, tidak saja soal berpuasa Ramadhan, perihal terhalangnya melakukan ibadah ritual lainnya seperti tidak boleh sholat wajib ataupun sholat sunnah;  tidak boleh membaca, menyentuh dan membawa Al Qur'an; tidak boleh berdiam di masjid dan lain lainnya, saya tidak membahas detail tentang hal ini. Point yang saya jelaskan di sini bagaimana kita menjelaskan dengan benar dan mudah dipahami dan diterima anak-anak kita yang masih berusia belia .

Kita tentu ingin apa yang kita sampaikan kepada anak kita tepat dan tidak menimbulkan interpretasi lain yang nantinya menjebak kita sendiri pada penjelasan yang tidak tepat bahkan mungkin salah.

Suatu hari,ketika saya berhalangan puasa Ramadhan karena menstruasi,  saya lupa tidak menyembunyikan kegiatan makan saya di siang hari.

" Umi kok tidak puasa?" Sulung saya yang waktu itu usia 8 tahun dan sudah berpuasa penuh ( sampai waktu maghrib) mendapati saya sedang makan. Rumah saya beranggotakan 4 orang, suami dan 2 anak laki-laki saya. Saya kira saya sudah menyembunyikan kegiatan makan saya ini dengan baik, karena meskipun kita, para ibu  tidak boleh puasa, tetap wajib menghormati orang yang sedang  berpuasa dengan menyembunyikan kegiatan makan dan minum di siang hari. Memang waktu itu saya ceroboh, bukan karena saya takut anak saya tahu, tapi karena kewajiban menghormati orang yang sedang berpuasa.

" Umi tidak boleh puasa, karena pipisnya umi ada darahnya, Kakak".  Dia menerima alasan tersebut, terbukti dia tidak meminta untuk batal puasa gara-gara mengetahui saya tidak berpuasa.

" Kenapa sih pipisya Umi ada darah e?" Ini pertanyaan si adik yang waktu itu saya alpa tidak sholat berjamaah karena menstruasi juga. Kakaknya sudah tidak tanya tanya lagi, karena ia pasti sudah paham dengan  siklus biologis yang saya alami ini.

" Semua orang perempuan kalau sudah gede pasti mengalami pipisnya ada darahnya". Saya menjelaskan sesederhana dia bertanya.

"Sudah gede itu contohnya seperti Mbak Icha dan Mbak Sari. Kalau masih kecil seperti adik Cindy, Aura dan Aurel pipisnya tidak ada darahnya".  Saya menjelaskan sekaligus saya ambil contoh secara kontekstual anak anak perempuan di lingkungan saya. Waktu itu bungsu saya ini berusia 5 tahunan. Ia sudah terbiasa sholat dhuha sebelum berangkat sekolah, meniru kakaknya yang juga mengawali sekolahnya dengan sholat dhuha. Sungguh sayang kalau mereka sudah terbiasa beribadah ritual dengan baik dan rutin akan terkontaminasi oleh pengalamannya mengetahui ibunya tidak menjalankan ibadah ritual karena terhalang oleh siklus biologis  namanya menstruasi ini.

Penjelasan ini rupanya cukup berguna bagi pengetahuannya di bidang mata pelajaran fiqih  kelak saat mereka di jenjang belajar lebih tinggi ( kedua anak saya sekolah di madrasah yang memberi materi agama lebih spesifik dan macam-macam).

"Adik, kalau pipisnya ada darah e itu selain tidak boleh sholat, juga tidak boleh mengaji dan membawa Al-Quran, tidak boleh puasa; nanti di sekolahnya Adik pasti ada pelajaran ini". Pada kesempatan lain, saya menjelaskan seperti itu, bermaksud memasukan materi fiqih pada pengalaman belajarnya ini.

Kini bungsu saya berusia 9 tahun, ia sudah terbiasa dengan siklus biologis saya ini, sehingga terkadang ia  akan tanya begini

" Umi sudah sembuh ta pipisnya?" Pertanyaan ini  biasanya muncul saat ia ingin sholat jamaah di musholla warga, namun ia tidak bisa melaksanakan karena kami sudah berkomitmen bahwa ketika saya berhalangan sholat jamaah entah karena saya sedang tidak di rumah atau karena saya menstruasi, maka ia wajib menemani abinya sholat di rumah. Kami berkomitmen untuk mengisi aktivitas rumah kami dengan sholat jamaah.

 Untuk mendukung komitmen-komitmen dalam keluarga tentunya dibutuhkan dasar dan aturan yang jelas untuk menjalankannya. Maka dari itu, memberi penjelasan apapun kepada anak- anak kita juga dengan penjelasan logis dan dan bisa pula masuk ke ranah empirik tergantung kapan saat yang tepat untuk diberikan.

Tidak ada hal tabu bagi anak-anak kita ketika kita bisa memberi penjelasan yang tepat atas keingintahuannya itu. Penjelasan yang tepat ini dapat dimaknai misalnya menjelaskan dengan menggunakan bahasa dan kosakata yang mudah dipahami, jujur saat memberi informasi tidak mengada -ada.

Marilah mengajari anak anak ibadah  puasa  dan amalan amalan baik di bulan Ramadhan secara holistik agar mereka memahami hakekat ibadah yang sesungguhnya, bukan sekedar rutinitas atau formalitas tahunan saja, yang akan hilang tak berkesan ketika ramadhan telah berlalu.
( Penulis: ketua PKBM  BESTARI dan Pengurus Cabang Ikatan Sarjana NU Jombang pada departemen keluarga dan perempuan)

Komentar

Postingan Populer