Si Bungsu Lebih Dahulu Kenal Quipper Daripada Saya
Besok si bungsu UAS. Tidak ada yang istimewa bagi saya. Karena saya perlu meyakinkan diri saya bahwa ia tahu apa kebutuhan dan tanggung jawabnya dalam proses belajarnya.
Malam ini tidak seperti malam malam sebelumnya, tiba-tiba ia tidak pamitan belajar di kelompok belajarnya/ bimbel. Agak galau juga saya, ini di luar kebiasan, tiap ba'da maghrib selain hari Senin dan Kamis ia selalu belajar di bimbel dekat rumah saya, atas kemauannya sendiri pula.
Sy mulai pasang tampang galau di depan abinya. "Bi, Jangka niki dos pundi seh, mbenjing ujian kok malah mboten les..."
Tanpa bicara abinya, suami saya maksudnya ke luar rumah bawa motor, hati saya mulai tenang, pasti beliau cari si bungsu kami, saya membantin.
Benar, beberapa menit beliau datang dengan bungsu kami. Suami saya tidak banyak bicara soal pendidikan anak, mungkin beliau yakin bahwa" ibu" adalah madrasah/ Sekolah bagi anak-anaknya sehingga beliau lebih sering terlibat dalam membantu menyelesaikan masalah( selain membantu mendoakan mereka ) daripada ikut membuat aturan belajar, pengawasan dalam proses belajar bagi anak anak kami.
"Jangka, kok ndak les kenapa?" Tanya saya menyambut kedatangan Si Bungsu. Hehehe biasalah cemas. Bukan cemas karena malam ini ia tidak belajar, tapi perubahan prilakunya yang seolah tidak ada yang perlu disiapkan untuk ujiannya itu. Saya kira ini suatu indikasi yang kurang baik bagi perubahan prilakunya yang semakin lama tentu pengetahuan dan cara pandang serta pola pikirnya mau tidak mau dipengaruhi perubahan di lingkungannya. "Kok Jangka jadi ndak bertanggung jawab begini terhadap belajarnya? Apalagi besok UAS.." Beberapa dugaan tiba tiba muncul dalam benak saya.
Sejenak kemudian ia menjawab sambutan saya dengan santai " Adik download bahan ujian SD"
Ia menyodorkan smartphonenya.
"Download?" Saya tanya heran, walaupun hati saya sudah mulai lega. Saya masih berusaha tenang menghadapi perubahan sikapnya malam ini di hadapannya. Kalau saya marah, pastilah ia akan bersikap membela diri dengan cara berbohong misalnya.
"Di sana ada wi-fi". Ia menunjuk salah satu arah mata angin.
" Adik habis ke tempat jualan gorengan ya?" Sudah mafhum, para penjulan gorengan saat ini trend memberi fasilitas hotspot kepada pembelinya.
"Ndak. Tanya abi saja,Mi" jawabnya sembari sibuk dengan soal ujian hasil downloadnya.
"Terus gimana dapat wi-finya?" Tanya saya ingin tahu banget. Pernah suatu kali ia tersambung dengan wi-fe tanpa pengaman, lalu saya memberitahukan kepadanya, bahwa menyambung wi-fi tanpa izin pemiliknya itu sama dengan mencuri, "Itu tidak baik, Dik." Kata saya waktu itu.
"Adik kasih uang 1.500 terus tabletnya dikasihkan orangnya untuk nulis password..." jawabnya panjang lebar, seolah tahu jalan pikiran saya, bahwa ia tidak menyambung wi-fi tanpa izin.
Hemhmn... berinteraksi di tengah masyarakat itu ada saja yang ia dapat. Padahal di rumah batasan penggunaan smartphone sudah berlaku, cuma hari Jumat saja dan ia gunakan hari itu untuk download kebutuhannya ini, ingin download Quipper yang ia niati sejak Kamis kemarin.
Beberapa saat setelah sholat isya ia minta izin kepada kami
" Tadi adik belum selesai download quipper video, karena dijemput abi, besok boleh ya adik download lagi?"
Hemmmm... ngelobi ini.
" Belajar untuk ujiannya adik dulu. Sesuai aturan, Adik bawa tablet hanya hari Jumatkan?" Abi menegaskan aturan pegang tablet ini. Soal smartphone ini, suami saya lebih gigih dalam pegang aturan, sementara saya mudah dilobi dengan alasan yang dikemas karena kebutuhan belajar.
Mengetahui jawaban abinya begitu, ia meninggalkan kami kemudian melanjutkan kegiatan malamnya untuk belajar; membaca buku pelajaran untuk kebutuhan besok pagi.
Saya pahami dan '' niteni " ia tidak begitu gigih untuk mempertahankan keinginannya ketika ia sudah menyepakati aturan ini .
Komentar
Posting Komentar