Kontraproduktif : Pendidikan Gratis dan Syarat suksesnya Mencari Ilmu
Bukan hanya SPP yang dibebaskan lembaga
pendidikan dasar (SD/MI & SMP/MTs), para lembaga penerima bantuan BOS,
BOSDA dan BSM tersebut bahkan memberi bantuan lebih dari sekedar pembebasan
syahriah (SPP). Pada tahun ajaran baru, nampak nyata bahwa pendidikan gratis
tersebut teraktualisasi melalui pemberian seragam dan alat tulis gratis kepada
peserta didik baru.
Fenomena ini sangat membantu peserta didik yang
tidak memiliki dana cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya tersebab
mungkin background ekonomi keluarga dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Dengan
bantuan tersebut segala kebutuhanpun bisa di atasi sekolah tersebut. Sekolah
pemberi bantuanpun akan memperoleh nilai plus di masyarakat yang dampaknya akan
meningkat kwantitas peserta didik.
Namun fenomena serba gratis ini nampaknya akan
menjadi tidak mendidik manakala banyak orang tua dalam kondisi ekonomi mapan
yang ikut mengambil manfaat pelayanan gratis. Bagaimana tidak demikian,
terkadang rumah, kendaraannya serta fasilitas hidupnya tercukupi, tiba-tiba
ingin mendapatkan keringan biaya siswa mandiri seperti pembayaran ujian akhir
di sekolah swasta dan lain-lainnya.Akibatnya, para orang tua kurang memiliki
tanggung jawab terhadap kebutuhan anaknya di sekolah. Orang tua menjadi
berpangku tangan kepada sekolah untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya.
Fenomena inilah yang menurut saya kontraproduktif
dengan syarat-syarat tercapainya mencari ilmu, sebagimana yang dijelaskan dalam
kitab Ta’limul Muta’alim.Isi syarat- syarat tersebut
1. Dzaka’in
2. Khirsin
3. Istiqbal
4. Bulghoh
5. Irsydzi
ustadz
6. Thuli
zaman
Pada poin nomor 4 inilah, semangat pendidikan
gratis menjadi tidak sesuai lagi. Dijelaskan dalam kitab etika mencari ilmu
(salah satunya kitab Ta’limu Muta’alim tersebut) bahwa seseorang akan berhasil
mencari ilmu kalau ia harus mengeluarkan biaya. Biaya yang dimaksud tentunya
untuk membiayai kebutuhan mencari ilmu, seperti buku, bolpoin, buku/kitab
referensi, biaya transport hadir di majelis ta’lim, biaya untuk menggaji guru
(walau guru tersebut tidak mengharapkan itu, misalnya).
Nah, apakah kita masih berharap gratis pada tiap
kebutuhan pendidikan kita dan orang-orang terdekat kita? Tidak hanya kitab ta’limul
muta’lim yang mengungkap keberhasilan suatu upaya dengan menyertakan biaya, dalam peribahasa Jawa juga mengatakan “Jerbasuki
Mowo Beyo.
Komentar
Posting Komentar